-->

AD ART PGRI Terbaru 2017 (Anggaran Dasar Rumah Tangga Persatuan Guru RI) Part 2

Halaman ini merupakan lanjutan dari halaman pertama. Untuk membaca halaman sebelumnya (hal.1), silahkan buka: AD ART PGRI Terbaru 2017 (Anggaran Dasar Rumah Tangga Persatuan Guru RI) Part 1. Di bagian pertama memuat Anggaran Dasar PGRI secara lengkap.

Untuk Download AD ART PGRI dalam format file Pdf, Infojempol sudah menyiapkan file tersebut untuk dapat sobat unduh dengan mudah dan gratis. Link download berada di bawah pasal 20. Silahkan menuju pasal 20 untuk langsung mendownload file ini.

Sedangkan pada halaman ini (bagian 2) berisikan Anggaran Rumah Tangga PGRI mulai bab I hingga bab IX.

Lanjutan . . .
ART PGRI

ANGGARAN RUMAH TANGGA PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA



BAB I
KODE ETIK GURU INDONESIA DAN
IKRAR GURU INDONESIA

Pasal 1 
  • (1) Kode Etik Guru Indonesia merupakan norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan. 
  • (2) Ikrar Guru Indonesia merupakan penegasan kebulatan tekad anggota PGRI dalam penghayatan dan pengamalan Kode Etik Guru Indonesia. 
  • (3) Kode Etik dan Ikrar Guru Indonesia tercantum dalam naskah tersendiri. 
  • (4) Setiap anggota PGRI wajib memahami, menghayati, mengamalkan, dan menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia dan Ikrar Guru Indonesia. 
  • (5) Tata cara penggunaan dan pengucapan Ikrar Guru Indonesia diatur dalam ketentuan tersendiri. 

BAB II
KEANGGOTAAN

Pasal 2
Jenis Keanggotaan
Jenis Keanggotaan terdiri atas:
  • a. anggota biasa, 
  • b. angggota luar biasa, 
  • c. anggota kehormatan. 

Pasal 3
Anggota Biasa
Yang dapat menjadi anggota biasa adalah :
  • a. para guru/dosen dan tenaga kependidikan, 
  • b. para ahli yang menjalankan pekerjaan pendidikan, 
  • c. mereka yang menjabat pekerjaan di bidang pendidikan, atau 
  • d. pensiunan sebagaimana dimaksud pada butir (a), (b), dan (c) yang tidak menyatakan dirinya keluar dari keanggotaan PGRI. 

Pasal 4
Anggota Luar Biasa
Yang dapat menjadi anggota luar biasa :
  • a. para petugas lain yang erat kaitannya dengan tugas kependidikan, atau 
  • b. mereka yang berijazah lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan (LPTK) tetapi tidak bekerja di bidang pendidikan. 

Pasal 5
Anggota Kehormatan
Anggota kehormatan ialah mereka yang atas usul Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa, Pengurus Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi diangkat dan ditetapkan oleh Kongres, Konferensi Provinsi/Konferensi Daerah Istimewa, dan Konferensi Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi, karena jasa-jasanya terhadap pendidikan dan PGRI.

Pasal 6
Tata Cara Penerimaan Keanggotaan
  • (1) Keanggotaan biasa atau luar biasa diperoleh dengan cara mengajukan surat permintaan menjadi anggota kepada Pengurus Ranting/Ranting Khusus atau Cabang/Cabang Khusus. 
  • (2) Pada PGRI Cabang/Cabang Khusus yang tidak mempunyai Ranting/Ranting Khusus, surat permintaan sebagai anggota disampaikan langsung kepada Pengurus Cabang/Cabang Khusus. 
  • (3) Pengurus Cabang/Cabang Khusus menyetujui permintaan keanggotaan dan melaporkannya kepada Pengurus Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi untuk menerbitkan kartu anggota untuk anggota yang bersangkutan. 
  • (4) Pada Cabang Khusus di instansi tingkat provinsi dan perguruan tinggi, permintaan menjadi anggota dapat diurus langsung oleh Pengurus Provinsi di daerahnya. 
  • (5) Permintaan menjadi anggota PGRI dari Cabang Khusus sekolah Indonesia di luar negeri diajukan langsung kepada Pengurus Besar PGRI. 
  • (6) Dalam surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disebutkan: 
    • a. nama, 
    • b. jenis kelamin, 
    • c. tempat dan tanggal lahir, 
    • d. agama, 
    • e. pekerjaan, 
    • f. alamat pekerjaan, 
    • g. alamat tempat tinggal, dan 
    • h. ijazah terakhir 
  • (7) Keanggotaan ditetapkan dengan pemberian kartu tanda anggota oleh Pengurus Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi dan oleh Pengurus Kota Administrasi Jakarta Pusat untuk keanggotaan di cabang khusus Indonesia di luar negeri. 
  • (8) Keanggotaan harus terdaftar mulai dari Pengurus Ranting/Cabang Khusus sampai dengan Pengurus Besar dalam pangkalan data/database keanggotaan PGRI. 
  • (9) Pengadaan kartu anggota dilaksanakan oleh Pengurus Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi. 
  • (10) Kartu anggota berlaku selama 5 tahun. 

Pasal 7
Penolakan dan Permintaan Ulang Keanggotaan
  • (1) Wewenang penolakan permintaan menjadi anggota, dilakukan oleh Pengurus Kabupaten /Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi atau Pengurus Besar PGRI bagi keanggotaan guru sekolah Indonesia luar negeri. 
  • (2) Dalam hal permintaan menjadi anggota ditolak, yang berkepentingan dapat mengajukan permintaan ulang kepada Badan Pimpinan Organisasi yang lebih tinggi. 
  • (3) Pada instansi tingkat nasional, provinsi, perguruan tinggi, dan satuan pendidikan Indonesia di luar negeri, pengajuan permintaan ulang tersebut disampaikan kepada Pengurus Besar PGRI. 

Pasal 8
Kepindahan Anggota
  • (1) Seorang anggota yang pindah ke Cabang/Cabang Khusus lain, wajib memberi tahu Pengurus Cabang/Cabang Khusus asal dan melapor kepada Pengurus Cabang/Cabang Khusus di tempat yang baru. 
  • (2) Pengurus Cabang/Cabang Khusus yang melepas maupun yang menerima wajib melaporkan mutasi tersebut ke Pengurus Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi. 

Pasal 9
Kewajiban Anggota
Anggota mempunyai kewajiban:
  • a. menaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, peraturan serta ketentuan organisasi, 
  • b. menjunjung tinggi Kode Etik dan Ikrar Guru Indonesia, 
  • c. mematuhi peraturan dan disiplin organisasi, 
  • d. melaksanakan tugas, fungsi, kewenangan, visi, dan misi organisasi, 
  • e. membayar uang pangkal dan iuran anggota, dan 
  • f. memberikan sumbangan sukarela kepada PGRI jika secara langsung maupun tidak langsung memperoleh penghasilan karena organisasi dan/atau ada kaitannya dengan organisasi. 

Pasal 10
Hak Anggota 
  • (1) Anggota biasa memiliki: 
    • a. hak pilih, yaitu hak untuk memilih dan dipilih menjadi pengurus organisasi, 
    • b. hak suara, yaitu hak untuk memberikan suaranya pada waktu pemungutan suara, 
    • c. hak bicara, yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tertulis, 
    • d. hak membela diri, yaitu hak untuk menyampaikan pembelaan diri atas tindakan disiplin organisasi yang dijatuhkan kepadanya atau atas pembatasan hak-hak keanggotaannya, dan 
    • e. hak memperoleh kesejahteraan, pembelaan, dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya. 
  • (2) Anggota luar biasa memiliki hak bicara, yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tertulis. 
  • (3) Anggota kehormatan memiliki hak bicara, yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tertulis. 

Pasal 11
Disiplin Organisasi 
  • (1) Tindakan disiplin dapat dikenakan kepada anggota yang: 
    • a. melanggar Kode Etik Guru Indonesia, Ikrar Guru Indonesia, Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, dan disiplin organisasi, atau 
    • b. tidak membayar uang iuran selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dengan tidak ada alasan yang dapat dibenarkan oleh organisasi. 
  • (2) Tindakan disiplin berupa: 
    • a. peringatan lisan atau tertulis, 
    • b. pemberhentian/pembebasan selaku pengurus organisasi, 
    • c. pemberhentian/pembebasan sementara sebagai anggota, atau 
    • d. pemberhentian tetap sebagai anggota. 
  • (3) Pemberhentian/pembebasan sementara: 
    • a. sebagai anggota biasa atau luar biasa dilakukan oleh Pengurus Cabang/Cabang Khusus atau Pengurus PGRI yang mengurus keanggotaannya, 
    • b. sebagai anggota biasa atau luar biasa dilakukan oleh Pengurus Cabang/Cabang Khusus atau Pengurus PGRI yang mengurus keanggotaannya, 
    • c. selaku anggota pengurus organisasi dilakukan oleh rapat pleno pengurus organisasi yang bersangkutan dan dipertanggungjawabkan pada forum organisasi yang setingkat, 
    • d. sebagai anggota Pengurus Besar PGRI dapat dilakukan oleh keputusan rapat pleno Pengurus Besar PGRI yang dipertanggungjawabkan kepada Konferensi Kerja Nasional, 
    • e. sebagai anggota PGRI berlaku paling lama 6 (enam) bulan dan sesudah jangka waktu tersebut wajib ditentukan apakah pemberhentian sementara itu dicabut atau dilanjutkan dengan pemberhentian tetap, 
    • f. sebagai anggota pengurus berlaku paling lama1 (satu) tahun dan sesudah jangka waktu tersebut wajib ditentukan apakah pemberhentian sementara itu dicabut atau dilanjutkan dengan pemberhentian tetap. 
  • (4) Sebelum suatu tindakan disiplin dilakukan, pengurus organisasi yang mempunyai wewenang untuk menegakkan tindakan disiplin wajib mengadakan penyelidikan saksama dengan memperhatikan saran dan rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia. 
  • (5) Sebelum suatu tindakan disiplin dilakukan, anggota yang dianggap bersalah diberi kesempatan membela diri dengan didampingi oleh LKBH PGRI setempat atau pengacara yang lain yang dipilih anggota bersangkutan di depan sidang DKGI. 
  • (6) Semua anggota yang terkena tindakan disiplin organisasi mempunyai hak banding kepada instansi organisasi yang lebih tinggi sampai ke tingkat Kongres. 

Baca juga : Lirik Lagu Mars PGRI dan Download Mars PGRI mp3. Dihalaman tersebut, sobat dapat download lagu mars PGRI secara mudah, dan pastinya gratis.

BAB III
ORGANISASI TINGKAT NASIONAL

Pasal 12
Status, Wilayah, dan Perangkat Kelengkapan Organisasi 

  • (1) Organisasi Tingkat Nasional merupakan institusi tertinggi yang meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia termasuk sekolah-sekolah Indonesia di luar negeri yang memiliki keanggotaan PGRI. 
  • (2) Kongres merupakan pemegang kedaulatan tertinggi organisasi. 
  • (3) Organisasi Tingkat Nasional berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
  • (4) Perangkat Kelengkapan Organisasi tingkat nasional terdiri atas: 
    • a. Pengurus Besar, 
    • b. Dewan Penasihat Tingkat Nasional, 
    • c. Dewan Pakar Tingkat Nasional, 
    • d. Asosiasi Profesi dan Keahlian sejenis Tingkat Nasional, 
    • e. Dewan Kehormatan Guru Indonesia Tingkat Nasional, 
    • f. Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Tingkat Nasional, 
    • g. Badan Pembina Lembaga Pendidikan, 
    • h. Badan Usaha, dan 
    • i. Badan Khusus Tingkat Nasional. 

BAB IV
ORGANISASI TINGKAT PROVINSI

Pasal 13
Status, Wilayah, dan Perangkat Kelengkapan Organisasi 

  • (1) Organisasi PGRI Provinsi/Daerah Istimewa meliputi wilayah satu provinsi/daerah istimewa. 
  • (2) Dalam wilayah satu provinsi/daerah istimewa tidak boleh didirikan organisasi PGRI provinsi/daerah istimewa yang lain yang mempunyai batas wilayah yang sama. 
  • (3) Jika wilayah provinsi/daerah istimewa berkembang menjadi lebih dari satu provinsi/daerah istimewa yang sederajat, didirikan organisasi PGRI provinsi yang baru dengan tata cara sebagai berikut. 
    • a. Badan Pimpinan Organisasi Provinsi/Daerah Istimewa induk mengadakan konferensi dengan acara khusus. 
    • b. Konferensi dengan acara khusus menetapkan Pengurus Provinsi /Daerah Istimewa baru sebagai penanggung jawab organisasi di provinsi/daerah istimewa tersebut. 
    • c. Ketentuan mengenai tata cara, wewenang, dan tanggung jawab penyelenggaraan konferensi provinsi berlaku pula bagi penyelenggaraan konferensi dengan acara khusus. 
  • (4) Perangkat Kelengkapan Organisasi Provinsi/Daerah Istimewa terdiri atas: 
    • a. Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa PGRI, 
    • b. Dewan Penasihat Provinsi/Daerah Istimewa, 
    • c. Dewan Pakar Provinsi/Daerah Istimewa, 
    • d. Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis Provinsi/Daerah Istimewa, 
    • e. Dewan Kehormatan Guru Indonesia Provinsi/Daerah Istimewa, 
    • f. Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Provinsi/Daerah Istimewa, 
    • g. Badan Usaha Provinsi/Daerah Istimewa, dan 
    • h. Badan Khusus Provinsi/Daerah Istimewa. 

Pasal 14
Pengesahan dan Penolakan Organisasi PGRI Provinsi/Daerah Istimewa 
(1) Pengesahan Organisasi PGRI Provinsi/Daerah Istimewa
  • a. Pengesahan organisasi PGRI provinsi/daerah istimewa yang baru dilakukan oleh Pengurus Besar. 
  • b. Untuk memperoleh pengesahan sebagai organisasi PGRI Provinsi/Daerah Istimewa, Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa PGRI induk mengajukan surat permintaan pengesahan kepada Pengurus Besar dengan menjelaskan: 
    • 1) Nama calon organisasi PGRI Provinsi/Daerah Istimewa, 
    • 2) Susunan Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa pertama kali, 
    • 3) Alamat Pengurus/Kantor PGRI Provinsi/Daerah Istimewa, 
    • 4) Laporan/berita acara tentang pembentukan organisasi PGRI provinsi/daerah istimewa yang bersangkutan, dan 
    • 5) Keadaan organisasi kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi dan organisasi PGRI cabang/cabang khusus di bawahnya. 
  • c. Organisasi PGRI provinsi/daerah istimewa dinyatakan sah apabila sudah menerima surat pengesahan dari Pengurus Besar. 
(2) Pengesahan diberikan apabila pembentukannya memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam ayat (1).
(3) Penolakan pengesahan Organisasi PGRI Provinsi.
  • a. Penolakan pengesahan organisasi PGRI Provinsi/Daerah Istimewa dilakukan oleh Pengurus Besar PGRI dengan pemberitahuan melalui surat penolakan kepada yang berkepentingan dengan menjelaskan alasannya. 
  • b. Calon organisasi PGRI provinsi/daerah istimewa yang ditolak permintaan pengesahannya, dapat mengajukan permasalahannya kepada Konferensi Kerja Nasional. 
  • c. Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa yang akan mengajukan permasalahannya wajib menyampaikan permintaan kepada Pengurus Besar untuk diagendakan secara khusus. 

Pasal 15
Pembekuan, Pencairan, dan Pembubaran
Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa 

  • (1) Pembekuan, pencairan, dan pembubaran Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa berarti menonaktifkan seluruh kepengurusan Organisasi PGRI Provinsi/Daerah Istimewa dan mencabut seluruh hak-haknya untuk mengadakan kegiatan atas nama PGRI. 
  • (2) Pembekuan dilakukan karena pengurus melanggar Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, ketentuan organisasi lainnya, tidak memperlihatkan kehidupan/kegiatan organisasi, dan tidak melaksanakan Kode Etik serta Ikrar Guru Indonesia. 
  • (3) Pembekuan wajib didahului dengan peringatan tertulis oleh Pengurus Besar paling sedikit 3 (tiga) kali berturut-turut. 
  • (4) Sesudah Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa dibekukan, segala kegiatan organisasi yang ada di daerahnya diurus langsung oleh Pengurus Besar dan segala urusan Organisasi PGRI Provinsi/Daerah Istimewa menjadi tanggung jawab Pengurus Besar. 
  • (5) Pencairan kembali Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa dilakukan oleh Pengurus Besar dengan mempertimbangkan usul dan saran Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa yang bersangkutan. 
  • (6) Pengurus Besar dapat mencairkan kembali suatu pengurus provinsi/daerah istimewa yang dibekukan jika Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa tersebut telah dapat melakukan tugasnya secara wajar. 
  • (7) Pengurus Besar wajib menghidupkan kembali Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa antara lain dengan menyelenggarakan Konferensi Provinsi/Daerah Istimewa, paling lama 6 (enam) bulan setelah dibekukan. 
  • (8) Pembubaran Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa dilakukan oleh Konferensi Kerja Nasional jika paling lambat 12 (dua belas) bulan sesudah dibekukan dan setelah berbagai upaya menghidupkan kembali tidak juga berhasil. 
  • (9) Sesudah Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa dibubarkan, organisasi PGRI Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administratif dan organisasi di bawahnya yang tetap memenuhi syarat diurus langsung oleh Pengurus Besar. 
  • (10) Kekayaan organisasi provinsi/daerah istimewa, utang-piutang dan urusan lain-lain dari 
  • organisasi PGRI provinsi/daerah istimewa yang dibubarkan menjadi tanggung jawab Pengurus Besar. 

Pasal 16
Pembubaran Organisasi 
Pembubaran serta pengalihan segala kekayaan Organisasi PGRI Provinsi/Daerah Istimewa oleh Pengurus Besar diumumkan melalui media massa baik cetak maupun elektronik setempat.

BAB V
ORGANISASI PGRI KABUPATEN/KABUPATEN ADMINISTRASI/KOTA/KOTA ADMINISTRASI

Pasal 17
Status, Wilayah, dan Perangkat Kelengkapan 

  • (1) Wilayah Organisasi PGRI Tingkat Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi dapat meliputi satu kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi. 
  • (2) Dalam satu wilayah organisasi PGRI kabupaten/kabupaten administrasi/ kota/kota administrasi dilarang didirikan organisasi PGRI kabupaten/kabupaten administrasi/ kota/kota administrasi lain yang mempunyai batas wilayah yang sama. 
  • (3) Jika wilayah kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi berkembang menjadi lebih dari satu kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi yang sederajat, didirikan organisasi PGRI kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi yang baru dengan tata cara sebagai berikut. 
    • a. Pengurus kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi induk mengadakan konferensi dengan acara khusus. 
    • b. Konferensi dengan acara khusus membentuk pengurus kabupaten/ kabupaten administrasi/kota/kota administrasi baru sebagai penanggung jawab organisasi di kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi tersebut. 
    • c. Ketentuan tentang tata cara, wewenang dan tanggung jawab penyelenggaraan konferensi kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi berlaku pula bagi penyelenggaraan konferensi dengan acara khusus. 
  • (4) Perangkat kelengkapan organisasi PGRI kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi terdiri atas: 
    • a. Badan Pimpinan Organisasi Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi, 
    • b. Dewan Penasihat Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi, 
    • c. Dewan Pakar Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi, 
    • d. Asosiasi Profesi dan Keahlian sejenis Kabupaten/Kabupaten Administrasi/ Kota/Kota Administrasi, 
    • e. Dewan Kehormatan Guru Indonesia Kabupaten/Kabupaten Administrasi/ Kota/Kota Administrasi, 
    • f. Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Kabupaten/Kabupaten Administrasi /Kota/Kota Administrasi, 
    • g. Badan Usaha Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi, dan 
    • h. Badan Khusus Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi. 

Pasal 18
Pengesahan dan Penolakan
Organisasi PGRI Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi 

  • (1) Pengesahan organisasi PGRI kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi yang baru dilakukan oleh Pengurus Besar PGRI dengan mempertimbangkan usul dan saran Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa yang bersangkutan. 
  • (2) Untuk memperoleh pengesahan sebagai organisasi PGRI kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi, pengurus kabupaten/kabupaten administrasi /kota/kota administrasi mengajukan surat permintaan pengesahan kepada Pengurus Besar PGRI melalui Pengurus PGRI Provinsi dengan menjelaskan: 
    • a. nama Calon Organisasi PGRI Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi, 
    • b. susunan Pengurus Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi pertama kali, 
    • c. alamat Pengurus/Kantor Organisasi PGRI Kabupaten/Kabupaten Administrasi /Kota/Kota Administrasi, 
    • d. laporan/Berita Acara tentang pembentukan Organisasi PGRI Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi yang bersangkutan, dan 
    • e. keadaan Organisasi Cabang/Cabang Khusus di bawahnya. 
  • (3) Organisasi PGRI Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi dianggap sah apabila sudah menerima surat pengesahan dari Pengurus Besar. 
  • (4) Pengesahan diberikan apabila pembentukannya memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1), (2), (3). 
  • (5) Penolakan pengesahan organisasi kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi dilakukan oleh Pengurus Besar dengan mempertimbangkan usul dan saran Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa yang bersangkutan dan diberitahukan dengan surat penolakan kepada yang berkepentingan dengan menjelaskan alasannya. 
  • (6) Calon organisasi PGRI kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi yang ditolak permintaan pengesahannya dapat mengajukan banding kepada Konferensi Kerja Nasional. 
  • (7) Pengurus kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi yang akan mengajukan banding wajib menyampaikan permintaan kepada Pengurus Besar melalui pengurus provinsi/daerah istimewa untuk diagendakan secara khusus. 

Pasal 19
Pembekuan, Pencairan, dan Pembubaran
Pengurus Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi 

  • (1) Pembekuan, pencairan, dan pembubaran Pengurus Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi berarti menonaktifkan seluruh kepengurusan organisasi PGRI kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi dan mencabut seluruh hak-haknya untuk mengadakan kegiatan atas nama PGRI. 
  • (2) Pembekuan dilakukan karena pengurus melanggar Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, ketentuan organisasi lainnya, tidak memperlihatkan kehidupan/kegiatan organisasi, dan tidak melaksanakan Kode Etik serta Ikrar Guru Indonesia. 
  • (3) Pembekuan wajib didahului dengan peringatan tertulis oleh Pengurus Besar paling sedikit 3 (tiga) kali berturut-turut, dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan. 
  • (4) Sesudah pengurus kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi dibekukan, segala kegiatan organisasi yang ada di daerahnya diurus langsung oleh Pengurus Besar dan segala urusan Organisasi PGRI kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi menjadi tanggung jawab Pengurus Besar yang didelegasikan kepada pengurus provinsi/daerah istimewa dengan surat keputusan. 
  • (5) Pengurus Besar wajib menghidupkan kembali Pengurus Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi paling lambat 6 (enam) bulan sesudah pembekuan dengan menyelenggarakan Konferensi Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi yang didelegasikan kepada pengurus provinsi/daerah istimewa. 
  • (6) Pencairan kembali Pengurus Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi dilakukan oleh Pengurus Besar dengan mempertimbangkan usul dan saran Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa. 
  • (7) Sesudah organisasi PGRI kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi dibubarkan, organisasi PGRI kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi dan organisasi di bawahnya yang tetap memenuhi syarat diurus langsung oleh Pengurus Besar. 
  • (8) Kekayaan organisasi PGRI kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi, utang-piutang dan urusan lain dari organisasi PGRI kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi yang dibubarkan menjadi tanggung jawab Pengurus Besar. 
  • (9) Pembubaran serta pengalihan segala kekayaan Organisasi PGRI Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi oleh Pengurus Besar wajib diumumkan melalui media massa baik cetak maupun elektronik setempat. 

Pasal 20
Pembubaran Organisasi
Pembubaran organisasi PGRI Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi dilakukan oleh Konferensi Kerja Nasional, jika paling lambat 12 (dua belas) bulan sesudah dibekukan dan setelah berbagai upaya menghidupkan kembali tidak juga berhasil. 

Dapatkan file AD ART ini sekarang!
Download AD ART PGRI Pdf


Untuk mengunduh file Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan Guru Republik Indonesia dalam format Pdf, silahkan buka link downloadnya disini: AD ART PGRI Pdf

BAB VI
ORGANISASI PGRI CABANG/CABANG KHUSUS

Pasal 21
Status, Wilayah, dan Perangkat Kelengkapan Organisasi

  • (1) Wilayah Organisasi Cabang meliputi wilayah satu kecamatan. 
  • (2) Wilayah Organisasi Cabang Khusus dapat meliputi satu unit kerja tingkat nasional atau tingkat provinsi/daerah istimewa, atau tingkat kabupaten/ kabupaten administrasi/kota/kota administrasi atau satu unit kerja perguruan tinggi. 
  • (3) Jika wilayah Cabang berkembang menjadi lebih dari satu kecamatan yang sederajat, didirikan organisasi PGRI Cabang yang baru dengan tata cara sebagai berikut : 
    • a. Pengurus Cabang induk mengadakan konferensi dengan acara khusus . 
    • b. Konferensi dengan acara khusus membentuk pengurus cabang baru sebagai penanggung jawab organisasi di kecamatan tersebut. 
    • c. Ketentuan tentang tata cara, wewenang, dan tanggung jawab penyelenggaraan konferensi cabang berlaku pula bagi penyelenggaraan konferensi dengan acara khusus. 
  • (4) Perangkat Kelengkapan Organisasi Cabang/Cabang Khusus terdiri atas: 
    • a. Pengurus Cabang/Cabang Khusus, 
    • b. Dewan Penasihat Cabang/Cabang Khusus, dan 
    • c. Badan Khusus Cabang/Cabang Khusus. 

Pasal 22
Pengesahan dan Penolakan Organisasi Cabang/Cabang Khusus
  • (1) Pengesahan dan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 berlaku pula bagi pengesahan dan penolakan permintaan pembentukan Cabang/Cabang Khusus. 
  • (2) Pengesahan dan penolakan pembentukan cabang/cabang khusus dilakukan dengan mempertimbangkan usul, saran, dan pendapat pengurus kabupaten/kabupaten administrasi/kota/kota administrasi. 

Pasal 23
Pembekuan, Pencairan, dan Pembubaran Cabang/Cabang Khusus
  • (1) Pembekuan, pencairan, dan pembubaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 19 berlaku pula berlaku pula bagi pembekuan, pencairan dan pembubaran Cabang/Cabang Khusus. 
  • (2) Pembekuan, pencairan, dan pembubaran cabang/cabang khusus dilakukan dengan mempertimbangkan usul, saran, dan pendapat pengurus cabang/cabang khusus. 

BAB VII
ORGANISASI PGRI RANTING

Pasal 24
Status, Wilayah, dan Perangkat Kelengkapan Organisasi

  • (1) Wilayah Organisasi Ranting dapat meliputi satu kelurahan/desa, atau satu unit kerja tingkat kecamatan /satu satuan pendidikan/gugus sekolah. 
  • (2) Dalam wilayah satu Organisasi Ranting dilarang didirikan Organisasi Ranting yang lain yang mempunyai batas wilayah yang sama. 
  • (3) Jika wilayah organisasi Ranting berkembang menjadi lebih dari satu kelurahan/desa atau terdapat satuan pendidikan atau gugus sekolah baru yang sederajat, dapat didirikan organisasi Ranting yang baru dengan tata cara sebagai berikut : 
    • a. Pengurus Ranting mengadakan Rapat Anggota untuk menetapkan pembentukan Organisasi Ranting yang baru. 
    • b. Rapat Anggota tersebut menetapkan Pengurus Ranting yang baru sebagai penanggung jawab organisasi di daerah yang baru tersebut. 
    • c. Ketentuan tentang tata cara, wewenang dan tanggungjawab penyelenggaraan Rapat Anggota PGRI berlaku pula bagi penyelenggaraan Rapat Anggota PGRI tersebut. 
  • (4) Perangkat Kelengkapan organisasi Ranting terdiri atas: 
    • a. Pengurus Ranting; 
    • b. Dewan Penasihat Ranting; dan 
    • c. Badan Khusus. 
Pasal 25
Pengesahan dan Penolakan Pembentukan Ranting/Ranting Khusus
  • (1) Pengesahan dan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 18 berlaku pula bagi pengesahan dan penolakan permintaan pembentukan ranting/ranting khusus. 
  • (2) Pengurus Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi memberikan pengesahan atau penolakan pembentukan ranting/ranting khusus dengan mempertimbangkan usul, saran, dan pendapat pengurus cabang/cabang khusus. 

Pasal 26
Pembentukan, Pencairan, dan Pembubaran Ranting/Ranting Khusus
  • (1) Pembekuan, pencairan, dan pembubaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 19 berlaku pula berlaku pula bagi pembekuan, pencairan dan pembubaran ranting. 
  • (2) Pengurus Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi membekukan, mencairkan, atau membubarkan ranting dengan mempertimbangkan usul, saran, dan pendapat pengurus cabang/cabang khusus. 

BAB VIII
SYARAT PENGURUS

Pasal 27
Syarat Umum dan Syarat Khusus
(1) Semua anggota kepengurusan organisasi PGRI di semua jenis dan tingkatan wajib memenuhi syarat umum:
  • a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 
  • b. berjiwa Pancasila dan melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen, 
  • c. telah membuktikan peran aktif dalam kepengurusan dan atau terhadap organisasi, 
  • d. bersih, jujur, bermoral tinggi, bertanggung jawab, terbuka, dan berwawasan luas, da 
  • e. sehat jasmani dan rohani. 
(2) Anggota Pengurus Besar, Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa, Pengurus Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi, Pengurus Cabang/Cabang Khusus, dan Pengurus Ranting/Ranting Khusus, wajib memenuhi syarat khusus sebagai berikut:
  • a. pernah duduk dalam kepengurusan perangkat organisasi PGRI pada tingkat yang sama atau paling rendah 2 (dua) tingkat di bawahnya, kecuali untuk Pengurus Cabang/Cabang Khusus dan Ranting/Ranting Khusus, 
  • b. ketentuan pernah duduk dalam kepengurusan perangkat organisasi PGRI pada tingkat yang sama atau paling rendah 2 tingkat di bawahnya, sebagaimana diatur pada huruf a, hanya berlaku untuk pengurus harian, 
  • c. bekerja dan atau bertempat tinggal di wilayah kerja organisasi, 
  • d. tidak merangkap jabatan Pengurus PGRI pada tingkat lainnya, 
  • e. tidak merangkap jabatan sebagai pengurus partai politik, dan 
  • f. tidak menduduki jabatan pengurus lebih dari dua kali masa bakti berturut-turut dalam jabatan yang sama. 

BAB IX
PENGURUS BESAR

Pasal 28
Susunan Pengurus
Pengurus Besar PGRI berjumlah paling banyak 29 (dua puluh sembilan) orang dengan susunan sebagai berikut.
a. Pengurus harian meliputi:
  • 1) Ketua Umum, 
  • 2) Ketua, 
  • 3) Ketua, 
  • 4) Ketua, 
  • 5) Ketua, 
  • 6) Ketua, 
  • 7) Ketua, 
  • 8) Ketua, 
  • 9) Sekretaris Jenderal, 
  • 10) Wakil Sekretaris Jenderal, 
  • 11) Wakil Sekretaris Jenderal, 
  • 12) Wakil Sekretaris Jenderal, 
  • 13) Wakil Sekretaris Jenderal, 
  • 14) Bendahara, dan 
  • 15) Wakil Bendahara. 
b. Sekretaris Departemen meliputi:
  • 16) Organisasi dan Kaderisasi, 
  • 17) Pendidikan dan Pelatihan, 
  • 18) Penegakan Kode Etik, 
  • 19) Advokasi, Bantuan Hukum, dan Perlindungan Profesi, 
  • 20) Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru, Dosen, dan Tenaga Kependidikan, 
  • 21) Pembinaan Karir Guru, Dosen, dan Tenaga Kependidikan, 
  • 22) Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, 
  • 23) Kerjasama dan Pengembangan Usaha, 
  • 24) Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan, 
  • 25) Pemberdayaan Perempuan, 
  • 26) Pengembangan Olahraga, Seni, dan Budaya, 
  • 27) Pembinaan Mental dan Spiritual, 
  • 28) Komunikasi dan Informasi, dan 
  • 29) Hubungan Luar Negeri. 

Pasal 29
Pemilihan Pengurus Besar
  • (1) Pengurus Besar dipilih dalam kongres. 
  • (2) Bakal calon Pengurus Besar wajib diusulkan oleh Pengurus Besar, Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa, Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi paling lambat 2 (dua) bulan sebelum pelaksanaan Kongres. 
  • (3) Tata cara dan proses pencalonan diatur sebagai berikut: 
    • a. Pengurus Besar, Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa, Kabupaten/Kabupaten Administrasi Kota/Kota Administrasi berhak mencalonkan paling banyak 29 (dua puluh sembilan) bakal calon yang memenuhi syarat sesuai Pasal 27; 
    • b. Calon Pengurus Besar wajib tercantum dalam daftar nama calon tetap yang diusulkan Pengurus Besar, Pengurus Provinsi/Daerah Istimewa, Kabupaten/Kabupaten Administrasi/Kota/Kota Administrasi yang telah disahkan oleh Kongres. 
  • (4) Tata cara dan proses pemilihan Pengurus Besar diatur sebagai berikut: 
    • a. Pemilihan Pengurus Besar dipimpin oleh Panitia Pemilihan Pengurus Besar yang susunan dan keanggotaannya disahkan oleh kongres; 
    • b. Kongres mengesahkan tata tertib pemilihan Pengurus Besar; 
    • c. Kongres mengesahkan calon Pengurus Besar; 
    • d. Pengurus Besar dipilih oleh peserta kongres yang memiliki hak suara, berturut-turut memilih Ketua Umum (F1), tujuh Ketua dalam satu paket (F2), dan Sekretaris Jenderal (F3) melalui pemungutan suara secara bebas dan rahasia; 
    • e. Sembilan pengurus terpilih didampingi salah seorang pengurus lama menjadi formatur yang bertugas melengkapi susunan Pengurus Besar sebagaimana diatur dalam Pasal 28 dari daftar calon Pengurus Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan ayat (4) huruf c; 
    • f. Komposisi personalia Pengurus Besar wajib memperhatikan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan. 
    • g. Sebelum memulai tugasnya, seluruh Pengurus Besar mengucapkan janji di hadapan peserta kongres. 
    • h. Serah terima Pengurus Besar yang lama kepada Pengurus Besar yang baru dilakukan di hadapan peserta kongres yang bersangkutan. 
    • i. Hal-hal yang berkaitan dengan inventaris, kekayaan, dan keuangan organisasi masih menjadi tanggung jawab Pengurus Besar yang lama sampai ada penyelesaian dengan Pengurus Besar yang baru paling lambat 15 (lima belas) hari setelah kongres dilaksanakan. 
    • j. Dalam hal kekosongan anggota Pengurus Besar, pengisian dilakukan oleh rapat 
    • Pengurus Besar dan hasilnya dilaporkan kepada Konferensi Kerja Nasional, kecuali untuk jabatan Pengurus Harian terpilih pengisiannya wajib dilakukan oleh Konferensi Kerja Nasional dengan memperhatikan Pasal 27 dan Pasal 28. 

Pasal 30
Tugas dan Tanggung Jawab Pengurus Besar 
  • (1) Pengurus Besar bertugas menentukan kebijakan organisasi dan melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Kongres, Kongres Luar Biasa, Konferensi Kerja Nasional, dan Rapat Pengurus Besar lainnya. 
  • (2) Penjabaran tugas Pengurus Besar diatur tersendiri dalam ketentuan organisasi yang menjadi bagian tak terpisahkan dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. 
  • (3) Dalam menjalankan kebijakan tersebut, Pengurus Besar merupakan badan pelaksana tertinggi yang bersifat kolektif. 
  • (4) Pengurus Besar bertangung jawab atas pelaksanaan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik Guru Indonesia, Ikrar Guru Indonesia, keputusan kongres, dan konferensi kerja nasional. 
  • (5) Pengurus Besar bertanggung jawab kepada kongres atas kepengurusan organisasi untuk masa baktinya. 
  • (6) Pengurus Besar mewakili PGRI di dalam dan di luar pengadilan yang pelaksanaannya diatur dalam peraturan organisasi. 

BAB X
PENGURUS PROVINSI/DAERAH ISTIMEWA

Pasal 31
Susunan Pengurus

Bersambung ...
Untuk membaca halaman selanjutnya (hal. 3), silahkan buka link dibawah ini:
AD ART PGRI Terbaru 2017 (Anggran Dasar Rumah Tangga Persatuan Guru RI) Part 3

Disclaimer:
AD ART PGRI ini adalah hasil kongres XXI di Jakarta Tahun 2013. Hingga saat ini/saat Anda membaca ini, AD ART ini merupakan yang paling baru dan berlaku saat ini. Jika dikemudian hari Pengurus Besar PGRI merevisi/mengeluarkan AD ART selanjutnya, maka informasi akan segera admin update dan informasikan di halaman ini.
Isi yang termuat di halaman ini, sama persis dengan apa yang dikeluarkan oleh Pengurus Besar PGRI melalui situs resminya. Infojempol hanya bersifat meneruskan informasi/mensajikan ulang dalam format yang lebih mudah di baca secara langsung melalui browser.
AD ART PGRI Terbaru 2017 (Anggaran Dasar Rumah Tangga Persatuan Guru RI) Part 2